2 Fatwa-fatwa
lain.
2.1 Fatwa Syekh Universiti
Al-Azhar, Muhammad Tanthawi

Soalan:
Apakah dibolehkan untuk menganggap sebuah mazhab Islam, yang tidak termasuk mazhab ahlusunnah (sunni), sebagai salah satu mazhab Islam yang murni? Atau, dengan kata lain, apakah diperbolehkan untuk menganggap seseorang sebagai seorang muslim di luar empat mazhab ahlusunah yang terkenal yang mengikuti salah satu mazhab Islam seperti Zahiri, Ja’fari, Zaidi, atau Ibadiah?
Jawapan:
Islam murni telah disampaikan oleh Nabi Islam saw. kepada kita sebagaimana telah dinyatakan dalam ucapan-ucapan beliau dalam Kutub As-Sittah (enam kita koleksi hadis yang dianggap sahih oleh ahlusunah) yang mengutip hadis Jibril: Nabi saw. berkata, “Barang siapa yang beriman kepada tiada tuhan selain Allah Azza wa Jalla, Muhammad saw. sebagai utusan suci-Nya, mendirikan salat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadan, dan melaksanakan ibadah haji ketika ia mampu, maka ia adalah seorang muslim.”
Demikian juga telah dinukil oleh Abdullah bin Umar ra.
yang berkata bahwa Nabi saw. menyatakan bahwa Islam didirikan atas lima dasar:
kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah, Muhammad saw. adalah rasul-Nya,
mendirikan salat, membayar zakat, menunaikan ibadah haji, berpuasa di bulan
Ramadan.” Dengan demikian, setiap manusia (baik ia lelaki maupun perempuan)
yang memberi kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah, Muhammad adalah rasul
(utusan Allah), dan ia mengakui lima dasar tersebut serta melakukan kelima-limanya
dan jika ada perbedaan pada cabang-cabang bukan di ushul, maka kita hanya bisa
mengatakan bahwa para pengikut mazhab-mazhab Islam ini sebagai muslim.
Syariah suci Islam memerintahkan para pemeluknya untuk
berfatwa berdasarkan apa yang tampak dari orang-orang tersebut karena hanya
Allah Yang Mahakuasa yang mengetahui akal pikiran umat manusia.
Telah disebutkan dalam hadis mulia Nabi Muhammad saw.,
“Aku telah diperintahkan untuk mengadili manusia secara zahir tetapi hanya
Allah Azza wa Jalla yang mengetahui pikiran seseorang.”
Penting untuk disebutkan bahwa perbedaan-perbedaan
tersebut yang ada di antara mazhab-mazhab Islam sekarang diajarkan di Fakultas
Syariah Universitas Al-Azhar. Perbedaan-perbedaan ini diterangkan secara rinci
karena kita tahu bahwa perbedaan-perbedaan tersebut adalah masalah yang absah
adanya mengingat perbedaan-perbedaan tersebut terdapat pada topik-topik cabang,
bukan pada ushul.
Soalan: Apakah pengertian takfir?
Jawapan: Takfir artinya seseorang menyifati orang
lain sifat kafir yang tidak diperbolehkan kecuali jika orang yang dikafirkan
tersebut menolak kebolehan menyembah Allah dengan niat baik. Juga ia menolak
keimanan pada malaikat, kitab-kitab suci, para nabi, dan hari kiamat.
Allah Swt. berfirman, Rasul telah beriman kepada
Alquran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang
beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya
dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan
antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul rasul-Nya…” (QS.
Al-Baqarah: 285)
Juga firman-Nya: “Sesungguhnya orang-orang yang
kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara
(keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: ‘Kami beriman
kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)’, serta
bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang
demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya.
Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.” (QS.
An-Nisa: 150- 151)
Karena Allah Swt. memerintahkan: Tidak boleh ada
pengafiran kepada orang-orang yang saleh juga para pengikut salah satu mazhab
Islam, yang seluruh mazhab tersebut memiliki kesepakatan dalam kebolehan dalam
niat baik atas ketaatan kepada Allah, keimanan pada para malaikat dan
kitab-kitab suci, para nabi, dan hari akhirat juga kepada orang-orang yang
beriman pada penerimaan pelaksanaan kewajiban-kewajiban yang Allah telah
perintahkan kepada kita meliputi salat, zakat, puasa, dan haji (bagi mereka
yang mampu) juga pada penerimaan kebaikan-kebaikan etis seperti ketulusan,
amanah, kesucian, dan amar makruf nahi mungkar.
Nabi saw. secara keras memperingatkan orang-orang yang
mengafirkan kaum muslim berdasarkan pada apa yang telah dikutip oleh Ibnu Umar,
Ibnu Masud, dan Abu Dzar dalam kitab-kitab sahih.
2.2 Fatwa Mufti Agung Suriah,
Syekh Ahmad Kuftaro

Soalan:
Apakah mazhab-mazhab seperti Zaidi, Ja’fari, dan Ibadiah adalah mazhab-mazhab
Islam?
Jawapan:
Membatasi fikih Islam hanya kepada Alquran suci dan sunah adalah kelalaian terhadap agama Islam dan ini telah menjadikan agama yang benar ini suatu agama yang berpandangan picik yang terbatas pada target kecil yang tidak mampu merespon berbagai keinginan manusia dan persoalan-persoalan kehidupan.
Membatasi fikih Islam hanya kepada Alquran suci dan sunah adalah kelalaian terhadap agama Islam dan ini telah menjadikan agama yang benar ini suatu agama yang berpandangan picik yang terbatas pada target kecil yang tidak mampu merespon berbagai keinginan manusia dan persoalan-persoalan kehidupan.
Sudut pandang mazhab-mazhab ini dalam cabang-cabang
fikih berbeda. Meskipun demikian, mazhab-mazhab fikih ini berjalan di atas
prinsip-prinsip Islam dan begitu juga di dalam prinsip-prinsip yang dapat
diperdebatkan, perbedaan-perbedaan yang ada di antara para fukaha menyangkut
cabang-cabang dari mazhab Islam adalah untuk memudahkan orang-orang dan
menghilangkan berbagai kesulitan mereka.
Karena itu, dengan mempertimbangkan fakta-fakta ini,
mengikuti (bertaklid) kepada salah satu mazhab-mazhab diizinkan sekalipun itu
mengharuskan ia mengarah ke eklektisisme karena mazhab Maliki dan sekelompok
mazhab Hanafi secara tepat mempunyai fatwanya. Dengan demikian, beramal yang
didasarkan pada mazhab-mazhab Islam yang termudah atau bertaklid pada
perintah-perintah termudah ketika itu mengharuskannya dan layak diizinkan,
karena agama Tuhan adalah mudah, bukan agama yang sulit.
Misalnya, Allah SWT berfirman: “Maka barang siapa
terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Mâidah: 3)
Karena itu, mazhab Zaidi digolongkan sebagai salah
satu mazhab Islam termulia terutama sekali ketika buku yang ditulis oleh Imam
Yahya bin Murtadha berjudul Al-Bahr Azh-Zhakhar Al-Jamâ, suatu ensiklopedi
fikih di dalamnya tidak ada perbedaan apa pun dengan fikih dari ahlusunah
kecuali mereka mempunyai perbedaan-perbedaan parsial di dalam isu-isu seperti
ketidaksahan mengusap kepala atau kaki dengan ujung jari-ujung jari yang basah
ketika berwudhu juga pemboikotan atas pembantaian oleh non-muslim.
Syiah Imamiah adalah mazhab Islam yang paling dekat
kepada mazhab Imam Syafii. Perbedaan fikihnya dengan fikih ahlusunah hanya
terkait pada tujuh belas permasalahan.
Demikian juga mazhab Ibadiah adalah mazhab yang paling
dekat kepada mazhab ahluljemaah (suni) menyangkut pendapat tersebut karena
perintah-perintah fikih dari para pengikutnya diturunkan berdasarkan Alquran,
sunah, ijmak, dan kias (qiyâs).
Karena alasan–alasan di atas, perbedaan-perbedaan yang
ada di antara para fukaha seharusnya tidak boleh dianggap sebagai tidak lazim
karena agama itu dinilai sebagai realitas yang satu dan unik. Lagi pula, sumber
dan asal-muasal agama semata-mata Wahyu Ilahi.
Tidak pernah terdengar bahwa perbedaan-perbedaan yang
ada di antara mazhab-mazhab fikih telah memicu pertikaian atau konflik
bersenjata di antara para pengikut mazhab. Semua itu karena perbedaan-perbedaan
yang ada di antara mazhab-mazhab Islam berkenaan dengan fikih ilmiah dan
ijtihad bersifat parsial, dan menurut Nabi Islam saw., “Karena keputusan
ijtihadnya, fakih menerima pahalanya. Jika ijtihadnya sesuai, dua pahala
untuknya. Jika tidak sesuai, tetap ada satu pahala untuknya.”
Dengan demikian, tidaklah tepat menisbatkan sesuatu
apa pun kepada mazhab-mazhab Islam kecuali jika di dalam kerangka ini.
Mazhab-mazhab yang disebutkan adalah mazhab-mazhab Islam dan fikih mereka
terhormat juga didukung.
2.3 Fatwa Syekh Universiti Al-Azhar, Mahmud
Syaltut

Pejabat Pusat Universiti al-Azhar
Dengan nama Allah Maha Pengasih Maha Penyayang
Teks Fatwa yang dikeluarkan Yang Mulia Syaikh Al-Akbar
Mahmud Syaltut, Rektor Universiti Al-Azhar tentang Kebolehan Mengikuti Mazhab
Syiah Imamiah
Soalan:
Yang Mulia, sebagian orang percaya bahwa penting bagi seorang muslim untuk mengikuti salah satu dari empat mazhab yang terkenal agar ibadah dan muamalahnya benar secara syar’i, sementara syiah imamiah bukan salah satu dari empat mazhab tersebut, begitu juga syiah Zaidiah. Apakah Yang Mulia setuju dengan pendapat ini dan melarang mengikuti mazhab syiah imamiah itsna asyariyah misalnya?
Yang Mulia, sebagian orang percaya bahwa penting bagi seorang muslim untuk mengikuti salah satu dari empat mazhab yang terkenal agar ibadah dan muamalahnya benar secara syar’i, sementara syiah imamiah bukan salah satu dari empat mazhab tersebut, begitu juga syiah Zaidiah. Apakah Yang Mulia setuju dengan pendapat ini dan melarang mengikuti mazhab syiah imamiah itsna asyariyah misalnya?
Jawapan:
1. Islam tidak menuntut seorang muslim untuk mengikuti
salah satu mazhab tertentu. Sebaliknya, kami katakan: setiap muslim punya hak
mengikuti salah satu mazhab yang telah diriwayatkan secara sahih dan
fatwa-fatwanya telah dibukukan. Setiap orang yang mengikuti mazhab-mazhab
tersebut boleh berpindah ke mazhab lain, dan bukan sebuah tindakan kriminal
baginya untuk melakukan demikian.
2. Mazhab Ja’fari, yang juga dikenal sebagai syiah
imamiyah itsna asyariyah (Syiah Dua Belas Imam) adalah mazhab yang secara agama
benar untuk diikuti dalam ibadah sebagaimana mazhab sunni lainnya.
Kaum muslim mestinya mengetahui hal ini, dan
sayugianya menghindarkan diri dari prasangka buruk terhadap mazhab tertentu
mana pun, karena agama Allah dan syariahnya tidak pernah dibatasi pada mazhab
tertentu. Para mujtahid mereka diterima oleh Allah Yang Mahakuasa, dan
dibolehkan bagi yang bukan-mujtahid untuk mengikuti mereka dan menyepakati
ajaran mereka baik dalam hal ibadah maupun transaksi (muamalah).
Tandatangan,
Mahmud Syaltut
Fatwa di atas dikeluarkan pada 6 Juli 1959 dari Rektor
Universiti al-Azhar dan selanjutnya dipublikasikan di berbagai penerbitan di
Timur Tengah yang mencakup, tetapi tidak terbatas hanya pada:
1. Surat kabar Ash-Sha’ab (Mesir), terbitan
7 Juli 1959.
2. Surat kabar Al-Kifah (Lebanon), terbitan
8 Juli 1959.
Bagian di atas juga dapat ditemukan dalam
buku Inquiries About Islam oleh Muhammad Jawad Chirri, Direktur Pusat
Islam Amerika (Islamic Center of America), 1986, Detroit, Michigan.
2.4 Fatwa Mufti Agung Mesir, Nasr Farid Wasil
Soalan:
Bagaimanakah pendapat Anda mengenai orang yang bertaklid kepada Imam ahlulbait as.?
Bagaimanakah pendapat Anda mengenai orang yang bertaklid kepada Imam ahlulbait as.?
Jawapan:
Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang
Sudah maklum bahwa setiap muslim yang beriman kepada
Allah Swt., bersyahadat atas monoteisme (tauhid), mengakui misi Nabi Muhammad
saw., tidak menyangkal perintah-perintah agama dan orang yang dengan sepenuhnya
sadar akan rukun-rukun Islam dan salat dengan tata cara yang benar, maka
niscaya juga tepat baginya sebagai imam salat jamaah bagi yang lain dan juga
mengikuti imamah orang lain ketika melakukan salat sehari-hari meskipun ada
perbedaan-perbedaan (paham) keagamaan di antara imam dan makmumnya. Prinsip ini
pun berlaku bagi syiah ahlulbait as.
Kita bersama mereka (syiah ahlulbait) berhubung dengan
Allah, Rasulullah saw., ahlulbait as, juga para sahabat Nabi Muhammad saw.
Tidak ada perbedaan di antara kita dan mereka
menyangkut prinsip-prinsip dan dasar-dasar syariah Islam juga
kewajiban-kewajiban agama.
Ketika Allah Swt. memberikan rahmat-Nya kepada kami
sehingga bisa hadir di Republik Islam Iran di kota-kota seperti Tehran dan Qom.
Ketika kami menjadi imam salat berjemaah mereka bermakmum kepada kami, begitu
juga ketika mereka menjadi imam kami bermakmum kepada mereka.
Karena itu, kami memohon kepada Allah Swt. untuk
melahirkan persatuan di antara umat Islam, menghapus setiap permusuhan,
kesulitan, perbedaan di antara mereka dan mengangkat kesulitan-kesulian yang
ada di antara mereka sekaitan dengan fikih dan kewajiban-kewajiban agama yang
pertengahan.
Ada sebuah kelompok di luar sana yang bekerja keras
untuk mempertegang hubungan antara syiah dan suni, untuk memecah persatuan
muslim, yang dengan melakukan hal itu mereka dapat meraih tujuan mereka
sendiri. Karena alasan ini, dengan dikeluarkannya fatwa saya, saya menyatakan
kebolehan untuk beribadah menurut fikih syiah.
Kita harus akui bahwa syiah, di negara ini, cukup
maju. Karena alasan ini, kita dapat bekerja sama dengan mereka karena selama
ini syiah dan suni memiliki satu kiblat, tidak ada perbedaan di antara mereka.
Sejak awal sejarah kita, syiah selalu menjadi bagian tak terpisahkan dalam umat
Islam.
Para pengikut mazhab syiah sangat maju, tapi ada
segelintir individu yang dengan tujuan menciptakan perbedaan, membuat
kitab-kitab mereka (syiah) menjadi usang, dan demikian mengeluarkan beberapa
topik yang dapat menimbulkan sikap emosi dan perpecahan.
Beberapa organisasi politik, yang didukung dan
dilindungi oleh Wahabi, berusaha mengumpulkan seluruh kekuatan mereka
untuk menghambat hubungan antara mazhab syiah dan suni. [Penerjemah: Ali
Reza Aljufri]
2.6 Fatwa Ayatullah Al-Uzhma Ali Khamenei

Soalan:
Mengingat berbagai alasan kuat untuk mengharuskan persatuan di antara umat
muslim, apa pendapat Yang Mulia mengenai pengikut berbagai mazhab Islam—seperti
mazhab yang empat ahlusunah, Zaidiah, Zahiri, Ibadhi, dan lainnya yang meyakini
prinsip-prinsip agama yang jelas—dalam umat Islam? Apakah diperbolehkan
menganggap kafir kepada mazhab yang disebutkan di atas atau tidak? Selain itu,
apa saja batasan takfir [pengkafiran] di masa dan era kini?
Jawapan:
Semua mazhab Islam adalah tergolong umat Islam dan memiliki akses atas seluruh keuntungan yang diberikan oleh Islam. Selain itu, perpecahan di antara kelompok umat muslim, tidak hanya bertentangan dengan ajaran Alquran yang mulia dan sunah Nabi saw., tapi juga mengakibatkan lemahnya umat muslim dan beralihnya urusan mereka pada musuh-musuh Islam. Oleh karena itu, pembagian semacam itu tidak diboleh untuk alasan apapun. [Penerjemah: Ali Reza Aljufri]
2.7 Fatwa Ayatullah Sayid Husain Fadhlullah

Islam, dengan semua keperluan teologi yang ditemukan
dalam Alquran Alkarim, dapat disimpulkan dalam syahadatain [dua
kalimat syahadat]. Setiap individu yang menerima adalah muslim. Dia berhak atas
semua hak yang dilekatkan pada semua muslim, dan dia diwajibkan untuk
melaksanakan seluruh kewajiban [sebagai seorang] muslim. Selain itu, penolakan
terhadap aspek-aspek penting agama tidak membuat seseorang menjadi keluar dari
agama kecuali jika individu tersebut mengetahui konsekuensi dari penolakannya
adalah menolak Nabi saw. Allah Swt.—yang karena topik yang jelas adalah kes
yang sering muncul.
Namun, perbedaan pendapat dalam masalah-masalah teori
yang banyak ulama miliki—yang mungkin disebabkan perbedaan pendapat dalam hal
keandalan periwayat, atau makna sebuah hadis, atau beberapa hal lain yang
menyebabkan perselisihan yang menjadi asas perbedaan—tidak menyebabkan
keluarnya seseorang dari agama.
Dalam pandangan ini, kami memiliki pendapat bahwa
seluruh muslim dan pengikut mazhab tergolong dalam umat Islam. Karena itu,
tidaklah diperbolehkan untuk menyatakan kafir pada mereka dengan alasan apapun.
Selain itu, segala perbedaan di antara mereka yang diselesaikan dengan bijak
melalui diskusi intelektual dan logik dan melalui bimbingan Alquran yang suci.
“…Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul…” (QS. 4: 59)
[Penerjemah: Ali Reza Aljufri]
2.8 Fatwa Ayatullah Ali As-Sistani

Soalan:
Apakah orang yang melafalkan dua kalimat syahadat, melaksanakan salatnya dengan menghadap ke arah kiblat (Mekkah) dan ia adalah pengikut salah satu dari delapan mazhab Islam yang terdiri dari Hanafi, Syafii, Maliki, Hambali, Ja’fariah, Zaidiah, Ibadiah dan Zahiriah, dianggap sebagai seorang muslim? Apakah darah, kehormatan, dan hartanya mendapat perlindungan?
Jawapan:
Siapa pun yang mengucapkan dua kalimat syahadat atas nama Allah Yang Mahakuasa, tidak melakukan suatu perbuatan yang berlawanan dengannya dan siapapun yang bukan musuh ahlulbait adalah seorang muslim.
3. Persidangan Islam Ulama se Dunia di Iran. Link
contoh laporan sebuah stesen TV
Ulama sunni tidak akan menghadiri Persidangan tersebut
kalau mereka menerima fatwa ‘mereka adalah firqah dhaalah terkeluar
daripada Islam’,
No comments:
Post a Comment